Thursday, October 29, 2009

Nyaman dan Aman di Jalan Raya Milik Kita Semua

Berkendara ataupun berjalan kaki di jalan-jalan Jakarta bisa jadi mimpi buruk. Nyaris semua penduduk Jakarta mengalaminya hari demi hari, dan kerap kali budaya mimpi buruk di jalan tersebut sampai terbawa dalam budaya kerja, budaya berumahtangga maupun bermasyarakat.

Tak perlu data empiris untuk mendefinisikan budaya berkendara di Indonesia, yang prinsip dasarnya antara lain sebagai berikut:

“Kalau nggak nekad, nggak dapat jalan”
“Mengalah itu bodoh, payah dan cupu, kalau lincah dan sering menyalip baru jagoan”
“Alon-alon asal kelakon”
(Supir angkot yang ugal-ugalan) “Biarpun harus ugal-ugalan, salip kiri-kanan, potong jalan, yang penting kejar setoran”
(Supir truk yang kurang profesional) “Mobil besar = raja jalanan”
“Polisi tidak harus mengikuti aturan lalu-lintas, hanya menegakkannya saja”
“VVIP datang, semua minggir! VVIP pantang kena macet karena ada VVIB (very-very important business)”
… dan masih banyak lagi.

Oke, saya tak mengatakan prinsip-prinsip budaya di atas itu positif atau negatif, anda sendirilah yang menilainya.

Satu hal yang pasti, dengan sarana angkutan umum yang kurang aman dan nyaman, jumlah kendaraan pribadi yang makin membludak apalagi makin banyak orang yang beralih dari berkendara dengan mobil dan angkutan umum menjadi motor, ditambah budaya-perilaku negatif di jalan membuat resiko kecelakaan di jalan meningkat pesat. Nyawa manusia yang adalah darah-daging yang lemah seakan makin murah, setiap saat bisa hilang, lebih gawat daripada mengarungi rimba belantara.

Solusinya? Dalam kekacauan ini, kita butuh pahlawan, mereka yang berjuang sekuat tenaga mengubah keadaan jadi lebih baik, membuat jalan raya menjadi tempat yang lebih nyaman dan aman bagi semua. Kita bisa jadi para pahlawan itu: Pahlawan jalanan, bukan sekedar raja jalanan.

Caranya? Bagaimana bisa? Bukankah orang-orang yang sok jadi pahlawan biasanya malah jadi martir?

Cara menjadi pahlawan di jalan raya sejati adalah dengan mengembangkan kepribadian diri sendiri yang berbudi luhur, menghargai semua pengguna jalan lain (walau bagaimanapun menyebalkannya) dan mengembangkan keterampilan berkendara di jalan yang cerdas, defensif (kebalikan dari agresif), aman dan hemat bahan bakar. Untuk mobil, metode yang disebut “Driving Skills for Life” ini dapat disimak dalam situs http://www.dsflindonesia.com, atau langsung ke link ini (Sepuluh Tips Driving Skills for Life, tips perawatan mobil dan berkendara aman)

Melihat ini, anda mungkin bilang, “Ah, teori! Bagaimana bisa metode yang dikembangkan oleh Ford di Amerika itu diterapkan di Indonesia, terutama di Jakarta dengan ‘Jak-Jam’ (kemacetan yang tak kalah legendaris dari Bangkok Jam) dan penuh pengemudi barbar dan kejutan yang mengintai setiap saat?”

Jawabannya, kita tidak perlu ngotot untuk menerapkan semua prinsip Driving Skills for Life ini dengan sempurna sekaligus. Kita cukup melatih diri secara disiplin hingga menjadi kebiasaan berkendara kita tanpa harus mengingat-ingat lagi dan menyesuaikan sikap dan tindakan kita dengan situasi, terus berusaha mengurangi resiko kecelakaan secara berangsur dan bertahap.

Contoh nyatanya adalah dari beberapa situasi yang saya lihat dan hadapi sendiri saat mengemudikan mobil, yang coba saya ingat-ingat beberapa hari setelah mengikuti sesi “Driving Skills for Life” yang diadakan oleh Ford dan Indonesian Defensive Driving Course (IDDC) di Pesta Blogger 2009, 24 Oktober yang lalu.

- Saat berbelok, mobil saya disalip dan dipotong oleh mobil yang ngebut. Mungkin dia terburu-buru. Saya pelankan mobil, atur momentum dan berbelok dengan lancar.

- Dalam kemacetan, saya berhenti tak terlalu dekat dengan mobil di depan, motor-motor lantas berseliweran masuk dan berhenti dalam posisi memotong di depan mobil. Saya coba untuk sabar dan tak maju lagi agar motor tak bisa lewat seperti kebiasaan dulu.

- Di sisi kiri jalan ada kecelakaan, orang bersepeda yang menyeberang jalan jadi korban tabrak lari. Motor-motor berhenti mendadak mengerubungi TKP. Saya berusaha cepat tanggap dan tak terpengaruh rasa penasaran, hingga melewati kerumunan dengan aman. Ngeri juga seandainya saya yang jadi pelaku tabrak lari itu…

- Macet total, hingga menghabiskan waktu 1 jam di mobil. Untuk mengusir kebosanan dan kemungkinan mengantuk, saya terus mendengar siaran radio yang lagu-lagunya enak dan segar dan jarang ada talk show (selama ini cukup membantu meningkatkan konsentrasi). HP berdering. Saya coba untuk tidak mengangkatnya, tapi terus ditelepon lagi. Saya angkat, bilang “Maaf, saya sedang mengemudi, nanti saya hubungi balik” dan setelah dapat tanggapan, “Ya,” saya tutup telepon.

- Saat akan pindah jalur, banyak mobil yang melaju kencang dari kanan belakang dari blind spot yang tak terlihat di kaca spion kanan. Untung saya menengok sedikit, agak kaget juga tapi langsung konsentrasi lagi. Pindah jalur lancar.

- Ada mobil modifikasi lewat, wow, velgnya keren sekali! Uups, jangan lupa lihat ke jalan di depan, jangan hilang konsentrasi.

Nah, itu tadi baru sedikit contoh usaha saya menerapkan kebiasaan mengemudi yang sudah lama saya terapkan dan dicerahkan lebih lanjut lewat metode 10 Tips “Driving Skills for Life”, sekaligus mengubah beberapa kebiasaan untuk nekad, iseng di jalan seperti pada video di bawah ini:

Video: Tailing A Ferrari (diposting tanggal 13 Agustus 2008)

Sumber: http://www.youtube.com/watch?v=mnsbhwgQp5I oleh Andry Chang (BJ Vadis)

Terus terang, dari rekaman video di atas, itu adalah salah satu tindakan terbodoh dan ternekad yang pernah saya lakukan, karena tergoda dan teralihkan oleh Ferrari dan niat untuk iseng.

Terus terang, saya adalah pengemudi yang jauh dari sempurna, dan DSFL makin menyadarkan saya untuk tak mengulangi kesalahan semacam ini lagi (juga sederet kesalahan lain) dan lebih berkonsentrasi mengemudi sebagai “tugas utama yang tak dapat disambi dengan aktivitas lain” sekaligus mengurangi sifat egois dan mau menang sendiri, yang maunya hanya nyaman dan aman di jalan untuk diri sendiri, masa bodoh dengan orang lain.

Saya belajar tentang hidup dari pengalaman berkendara di jalan – arti sebenarnya jadi “dewasa / tua di jalan”. Saya mungkin tak harus jadi pahlawan, tapi saya jelas tak ingin egoisme membuat saya jadi pembunuh, penghancur yang mencelakakan orang lain. Saya jadi makin sadar, kalau saya tak berubah jadi lebih baik, cara berpikir saya tak lebih baik dari prinsip-prinsip budaya ala supir angkot ugal-ugalan yang saya sebut di awal posting ini.

Kesimpulannya, tempat paling aman dan paling berbahaya di dunia ini adalah dalam benak kita sendiri. Oleh karena itu, jagalah akal kita tetap sehat dan kembangkan kepribadian berbudi luhur, peduli dan penuh tanggung jawab saat turun ke jalan di belakang kemudi.

Jadilah pahlawan sejati, pahlawan yang selalu berusaha melindungi nyawa orang lain dengan cara mengemudi yang defensif, aman dan melestarikan lingkungan hidup dengan metode hemat energi. Jadilah pahlawan yang membuat dunia jadi tempat yang lebih baik, dan jalan raya menjadi tempat yang lebih nyaman dan aman milik kita semua.

- Andry Chang a.k.a. BJ Vadis
Untuk www.dsflindonesia.com dan Ford Motor Company

No comments:

FireHeart - Exploring Worlds of Fantasy

vadisworld - my way, my world

RostaChannels

Popular Posts